Senin, 13 Juni 2011

Media Dakwah: Antara Ada dan Tiada

Oleh : Mulyadi
KPI/IV/B
Mencermati keberadaan media dakwah sebagai lembaga pers dakwah saat ini sungguh mengkhawatirkan. Memang benar, saat ini beberapa media dakwah baik cetak maupun elektronik kian bermunculan, tetapi keeksisannya masih diragukan. Hal ini terjadi karena ada kendala internal dan eksternal. Bisakah media dakwah mengatasi kendala-kendala tersebut? Mampukah media dakwah bertahan di tengah persaingan media komersil lainnya? Kemunculan Media Dakwah Perkembangan dakwah melalui media tidak lepas dari peran para da’i yang giat mensyiarkan Islam dengan berbagai metode. Awalnya media dakwah hanya berupa papan pengumuman atau pengeras suara di masjid-masjid. Lalu seiring dengan berkembanngnya media cetak di Indonesia, dakwah masuk melewati kolom-kolom yang tersedia di surat kabar dan majalah. Dakwah lewat tulisan mewarnai era percetakan dengan artikel-artikel Islami dan berita-berita Islami lainnya.
Begitu pun dengan media elektonik, dakwah selalu menyisipi program radio dan televisi dengan siraman rohani berupa ceramah dari para da’i dan da’iyah. Tak ketinggalan dengan berkembangnya perfilman Indonesia, beberapa film dakwah yang mengisahkan penyebaran Islam di Indonesia pernah mengisi ruang hampa dunia perfilman. Kini, semestinya dakwah bukan lagi sekedar sisipan atau hiasan media yang hanya selingan. Ruh dakwah dapat mengisi setiap sajian media dalam bentuk apapun itu dengan penuh makna. Semangat dakwah dapat menyaring pesan apa saja yang boleh dan yang tidak boleh disampaikan kepada khalayak umum.
Karakter media dapat dibentuk oleh dakwah sedemikian rupa sehingga mempunyai ciri khas yang tidak keluar dari etika penyiaran. Oleh karena itu, kehadiran dakwah harus diwadahi dengan adanya media dakwah sebagai lembaga pers yang profesional. Sejak UU No 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik dimunculkan, kebebasan pers di Tanah Air kian terasakan. Terutama jika mencermati bunyi Pasal 9 Ayat (1): “Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.” Implikasi dari pasal tersebut, direspon oleh Menpen Yunus Yosfiah (waktu itu) untuk membebaskan perusahaan pers dari SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Dampak paling nyata dari kebebasan pers tersebut ialah munculnya penerbitan koran, majalah, dan tabloid baru. Baik yang bersifat popular, serius maupun dakwah, sama-sama memiliki keinginan untuk terbit dan eksis.
Kemunculan beberapa stasiun televisi dan radio siaran pun merupakan salah satu dampak dari kebebasan pers. Selain itu, dampak kebebasan pers juga terasa di ranah kampus melalui penerbitan majalah dan jurnal ilmiah, baik yang dikelola dosen maupun mahasiswa. Pers dakwah merupakan institusi yang berkiprah dalam kegiatan dakwah dengan menggunakan metode jurnalistik dalam pencapaian tujuannya. Adapun bentuk organisasi yang terlibat dalam kegiatan manajemen pers dakwah yaitu:
1)      pers yang melaksanakan dakwah
2)      lembaga dakwah yang khusus menggunakan metode jurnalistik dalam pencapaian tujuan dakwahnya
3)      lembaga dakwah yang menggunakan metode jurnalistik di samping metode komunikasi lainnya dalam mencapai tujuan dakwahya;
4)      lembaga kemasyarakatan lainnya yang melakukan dakwah dengan menggunakan metode jurnalistik.
Dari keempat bentuk manajemen pers dakwah tersebut, hanya bentuk ke-1 yaitu pers yang melaksanakan dakwah yang relatif bertahan lama. Pada umumnya, pers yang melaksanakan dakwah memiliki manajemen yang baik karena memfokuskan segalanya pada keberlangsungan kegiatan jurnalistik. Muatan informasi yang disampaikannya umum dan universal karena diperuntukkan bagi seluruh kalangan masyarakat. Sirkulasinya pun tersebar luas dan mudah dikenal oleh masyarakat sehingga menjadi daya tarik bagi para pengiklan. Selain itu, pers yang melaksanakan dakwah telah memiliki jaringan kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun sayangnya tujuan utama pers tersebut bukan mencapai tujuan dakwah tetapi lebih pada tujuan komersil. Sedangkan ketiga bentuk lainnya kurang bertahan lama, dalam bilangan tahun atau bahkan hanya beberapa bulan sudah gulung tikar. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kendala baik dari internal maupun dari eksternal. Kendala Internal dan Eksternal Pers memiliki dua sisi yang harus dijalankan secara seimbang, yaitu sisi idealisme dan pragmatisme. Idealisme pers dakwah adalah pesan dakwah yang disampaikan kepada masyarakat.
Pesan dakwah ini disesuaikan dengan budaya organisasi yang ditanamkan dalam suatu media massa. Jika budayanya bercorak Islam tradisionalis, tentu pesan dakwahnya juga bernuansa Islam tradisionalis. Idealisme pers tersebut tidak dapat berjalan tanpa ditopang oleh pragmatisme pers, yakni unsur bisnis yang menunjang kelangsungan suatu media. Bisnis pers memperhatikan segmentasi pasar. Keadaan pasar ini berpengaruh pada bentuk pesan dakwah yang disampaikan. Jika hal ini diabaikan, media massa dakwah harus bersiap untuk gulung tikar. Ketidakseimbangan inilah yang kerap kali menjadi hambatan internal dalam pers dakwah. Berdasarkan pengamatan, beberapa pers dakwah belum memiliki manajemen yang baik. Dalam manajemennya belum tercipta deskripsi kerja berdasarkan tugas keredaksian, usaha, dan sirkulasi yang jelas dan terarah. Perncanaan jangka panjang dan jangka pendek belum dirancang secara matang. Tanpa perencanaan yang matang semua kegiatan yang dilakukan itu dapat dipastikan tidak terarah dan tidak berarti sama sekali. Sehingga prosedur pencapaiannya tidak akan berhasil dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting dalam pers dakwah. Manajemen yang baik tidak akan berjalan optimal tanpa dikelola oleh SDM yang baik. Sayangnya SDM yang mengelola di beberapa pers dakwah kurang kompeten di bidangnya.
Para pengelola memiliki pengetahuan yang terbatas tentang penyuntingan, penata grafis, tata letak, dan keterampilan lainnya yang berhubungan dengan pers. Sehingga tampilan fisik media menjadi kurang bagus dan tentunya kalah saing dengan media komersil lainnya. Tak dapat dipungkiri lagi, masalah pendanaan pun menjadi kendala internal. Pembiayaan penerbitan media biasanya dari dana institusi. Para pengelola bertugas secara serabutan mencari dana dari sumber manapun. Hal ini terjadi, karena belum adanya penanam modal atau pemegang saham sehingga sumber keuangan masih belum jelas. Kendala keuangan ini berkaitan pula dengan jumlah iklan yang dipasang para pengiklan. Ada pendapat yang mengatakan sukses-tidaknya media massa amat bergantung dari jumlah iklan yang termuat. Biasanya jumlah iklan di media dakwah atau dalam program dakwah amat sedikit karena ada kriteria atau persyaratan tertentu yang mesti ditaati. Sehingga tidak semua iklan dapat ditayangkan atau dimuat dalam media dakwah. Setelah menelusuri kendala internal, ada beberapa kendala ekternal yang menyebabkan lembaga pers dakwah kurang eksis di dunia media massa. Salah satunya adalah terbatasnya ruang sirkulasi bagi media cetak serta terbatasnya jangkauan siaran bagi media elektronik. Media dakwah cenderung kurang diminati oleh masyarakat dari kalangan umum.
Biasanya segmentasi media dakwah adalah masyarakat yang telah memahami Islam secara komprehensif atau masyarakat pada komunitas Islam tertentu. Bisa jadi, masyarakat kurang berminat pada media dakwah karena topik-topik yang dipilih kurang menarik. Penyebabnya kurangnya pasokan naskah yang akan diterbitkan atau minimnya ide kreatif dari pengelola pers dakwah. Hal ini menjadi pertimbangan bagi pengiklan karena para pengiklan mencari media yang banyak diminati oleh masyarakat agar penjualan produknya meningkat tinggi. Setelah mencermati hal di atas, kiranya kita ambil kesimpulan bahwa pers/ media perlu dikelola secara profesional, tak terkecuali pers/ media berbasis dakwah. Untuk itulah, paling tidak kita bisa membenahinya melalui:
a)      membuat deskripsi kerja yang jelas, terutama soal ranah keredaksian.
b)      pemilihan topik-topik baru, menarik, kreatif, dan bisa dicerna oleh semua kalangan.
c)      merangkul lembaga lain untuk menjadi founding.
d)     membentuk jaringan media dakwah baik nasional maupun internasional.

Kamis, 09 Juni 2011

Sejarah Filsafat di Dunia Islam


Sejarah Atau Tradisi Filsafat di Dunia Islam
Created By : Eneng Ashri Rohmah
Sebelum membahas Sejarah munculnya Filsafat di dunia Islam  saya bahas  terlebih dahulu sedikit tentang  sejarah pemikiran filsafat di dunia barat, karena memang ketika kita sudah berbicara tentang pemikiran keras maka tidak akan lepas dari pemikiran Yunani karena pada dasarnya memang bersal  dari Yunani atau dilihat dari faktor lain seperti banyaknya filosof yang datang dari Yunani dan jiga pemikiran lainnya beberapa tahun yang lalu sebelum masehi.
Pada awalnya merekapun dipengaruhi oleh mitos  atau dalam bahasa Yunani disebut mite, namun dengan sejalannya waktu akhirnya mitos kalah oleh logis maka lahirlahpemikiran Filsafat. Dan Itulah sedikit ulasan tentang sejarah filsafat barat sebagai mana tertulis diatas. Selanjutnya kita akan membahas tentang  sejarah atau tradisi filsafat di dunia Islam, sejarah filsafat di dunia Islam ini memiliki tiga pase yakni :
1.      Akulturasi Budaya, lahir sebagai akibat adanya interaksi intelektual antara bangsa Arab ynag Islam dan bangsa –bangsa di sekitarnya terutam bangsa Mesir, Siria dan lainnya. Teruatama setelah kejadian Futuhat  atau kebebasan karena Negara-negara tersebut telah lama sebelum proses futhuhat mengalamai helimisassi atau terbiasa berfikir Yunani.
2.      Penterjemahan  besar-besaran terhadap karya-karya non Muslim
3.      Kebutuhan alat berdebat, dalam hal ini umt Islam memacu theologi  dan keimanan sedangkan Yunani menggunakan Rasio atau Filsafat.
4.      Dan yang terakhir ialah Tradisi Hikmah, hikmah adalah  berfikir secara mendalam karena di dorong idiologis dan kewajiban agama yang bersumber dari AlQur’an dan Sunah Nabi, dan orang yang terbiasa melakukannya disebut hakim atau orang yang memiliki keijksanaan. Dan tradisi hikmah ini adalah yang sesungguhnya menajadi paling pokok  dalam pemikiran atau Filasafat Islam karena tanpa teori yang tiga di atas pun pemikiran mendalam di dunia islam pasti akan terus ada dan berkembang di dunia Islam.



 Hikmah adalah merupakan mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan manusia. Hikmah sebagai paradigma keilmuwan yang mempunyai tiga unsur utama, yaitu :
·          Masalah
·         Fakta dan data
·          Analisis ilmuwan dengan teori.

Falsafah memiliki makna mengikut kecenderungan sesebuah tamadun yang mengembangkannya. Kecenderungan tamadun Islam ditentukan oleh autoriti al-Quran dan al-Hadist dalam segenap bidang ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh tokoh-tokohnya. Ini tidak dimiliki oleh mana-mana tamadun lain yang mengembangkan ilmu falsafah. Hujjatul Islam al-Ghazali menyebutkan bahawa al-Quran itu adalah hikmah agung. Perlu diingatkan, al-hikmah hanya akan muncul apabila wahyu ini dikenali serta diselami menerusi mafhum-mafhumnya (bukan semata-mata lafaznya) kerana pesanan Nabi Muhammad s.a.w. telah mengingatkan, "Aku dikurniakan kata-kata yang ringkas dengan potensi makna yang mendalam". Tamadun Islam secara mantapnya lebih mengenali falsafah dengan nama al-hikmah. Al-Hikmah ini lebih bersifat teosofi, bukan philosophy atau wisdom sahaja tetapi hasil penggabungan kedua-duanya. Yakni, penggabungan rasional dan intuisi. Rasional dan intuisi ini terpadu dengan baik apabila 'pencerahan hati' (isyrāq al-qalb) telah menerima cahaya (nur) daripada Ilahi akan menjadikan seseorang mencapai tahap tertinggi (sehingga benar-benar memahami (atau reti atau makritullah) kewujudan Ilah.
Al-Hikmah sebenarrya suatu bidang ilmu yang mengkaji tentang keberadaan atau wujud (maujudāt). Wujud manusia itu disebut wujud muqayyad yakni wujud yang bergantung pada kehendak dan kekuasaan Pencipta. Pencipta pula wujud dengan sendirinya, tanpa bergantung pada mana-mana pihak. al-Hikmah yang dimaksudkan ialah menurut mazhab al-isyraqi yang tercetus oleh para sufi yang teguh dan bersepadu ilmunya. Isyraqi menerima penghierarkian menegak serta dihubungkan menerusi pendekatan secara teori dan pendekatan amali.


Rabu, 08 Juni 2011

MACAM-MACAM QAWLAN


Oleh : NASA MIFTAHUL KARIM
           KPI/B/IV

MACAM-MACAM QAWLAN
Sebelum kita membahas macam-macam qawlan satu-persatu secara terperinci maka saya akan menjelaskan terlebih dahulu makna atau apa arti qaulan itu. Jadi Qaulan adalah Suatu Pesan-pesan keislaman yang mana dalam penyampaiannya itu di lihat dari dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, yaitu yang terdiri dari akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits dapat ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif sehingga tidak terjadi suatu kesalahpahaman antara umat manusia dalam menyampaikan komunikasi dan komunikasi yang diterimanya. Kitapun dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.
Yang mana Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi  dalam Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal, kelompok, massa dalam pergaulan sehari hari, baik dilakukan dalam berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain yang dilakukan dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.
Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam, kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan yaitu; (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni;
1.      Qaulan Sadida
2.      Qaulan Baligha
3.      Qulan Ma’rufan
4.      Qaulan Karima
5.      Qaulan Layinan
6.      Qaulan Maysura.
Untuk mengetahui lelih jauhnya lagi maka saya akan menjelaskan supaya kita paham pengertian dari ‘Qaulan’ itu apa, yaitu sebagai berikut :

1. QAULAN SADIDA
Sebelum menjelaskan lebih jauh lagi tentang makna atau arti qaulan sadidan maka saya akan menyuguhkan atau memafarkan yang mana telah ada dlam al-qur'an dam surat 4:9 yang artinya  “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida yaitu perkataan yang benar” (QS. 4:9)
Qaulan Sadidan menurut pemaparan atau arti dari surat di atas yaitu suatu pembicaraan, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).
Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Serta ada suatu pendapat dari seorang ilmuan yaitu yang bernama; Alferd Korzybski, peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa , baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan bahasa yang tidak benar. Ada beberapa cara menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata yang sangat abstark, ambigu, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan apabila kita tidak setuju dengan pandangan kawan kita. Kedua, menciptakan istilah yang diberi makna lain berupa eufimisme atau pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang digunakan sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan makna yang lazim.
Serta dalam perinsip dari qaulan sadidan yaitu Tidak Sombong Arti kata dari qaulan sadidan adalah tidak bohong. Nabi Muhammad saw bersabda, “Jauhi dusta,  karena dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada neraka. Lazimkanlah berkata jujur, karena jujur membawa kamu pada kebajikan, membawa kamu pada surga”. Al-Quran menyuruh kita selalu berkata benar, supaya kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah.
Bahaya Bohong
Nabi Muhammad saw dengan mengutip Al-Quran menjelaskan bahwa orang beriman tidak akan berdusta. Dalam perkembangan sejarah, umat Islam sering dirugikan karena berita-berita dusta. Yang paling parah, ketika bohong memasuki teks-teks suci yang menjadi rujukan. Yang mana sampai kapanpun itu suatu kebohongan tidakakan pernah berhasil memasuki Al-Quran karena keaslian Al-Quran sudah dijamin oleh Allah.
Ada beberapa hadits dan ayat al-Qur’an yang menganjurkan supaya kita harus berbicara baik dan benar yaitu sebagai berikut :
“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).
“Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).
“Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri)”.
Dilihat dari segi redaksi Qur’an dan hadits ysng di paparkan di atas yaitu, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang semestinya di gunakan sesuai perintah Allah SWT.
Serta komunikasi didalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
2. QAULAN BALIGHA
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah, dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele.
Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
Serta berikut ini ada perincian Al-Quran tentang qaulan balighan.
  1. Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat komunikan. Dalam istilah Al-Quran, ia berbicara fi anfusihim (tentang diri mereka). Dalam istilah sunah, “Berkomunikasilah kamu sesuai dengan kadar akal mereka”. Pada zaman modern, ahli komunikasi berbicara tentang frame of reference dan field experience. Komunikator baru efektif bila ia menyesuaikan pesannya dengan kerangka rujukan dan medan pengalaman komunikannya.
  2. Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyentuh komunikan pada hati dan otaknya sekaligus. Aristoteles pernah menyebut tiga cara yang efektif untuk memengaruhi manusia, yaitu ethos, logos dan pathos. Dengan ethos (kredibilitas komunikator), kita merujuk pada kualitas komunikator. Komunikator yang jujur, dapat dipercaya, memiliki pengetahuan tinggi, akan sangat efektif untuk memengaruhi komunikannya. Dengan logos (pendekatan rasional), kita meyakinkan orang lain tentang kebenaran argumentasi kita. Kita mengajak mereka berpikir, menggunakan akal sehat, dan memimbing sikap kritis. Kita tunjukan bahwa kita benar karena secara rasional argumentasi kita harus diterima. Dengan pathos (pendekatan emsional), kita bujuk komunikan untuk mengikuti pendapat kita. Kita getarkan emosi mereka, kita sentuh keinginan dan kerinduan mereka, kita redakan kegelisahan dan kecemasan mereka.
Selain itu hadits dan qur’an menjelakan tentang qaulan baligha yaitu ;
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).
“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).
”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)
Melihat dari pemaparan hadits dan qur’an diatas maka Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication).
Jadi intinya dimanapun kita berada dan berada pada setuasi apapun maka kita harus bisa menyesuaikan perkataan dan gaya bahasa kita dalam berkomunikasi sesuai keadaan dan setuasi serta lawan bicara kita. Serta tidak akan terjadi kesalahpahamman dalam pemahaman komunikasi yang kita sampaikan dan bisa mereka terima dengan baik sehingga apa yang kita ingin sampaikan itu sesuai dengan keinginan dan maksud kita mereka pahami dan mereka mengerti.
3. QAULAN MA’RUFA
Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
Serta Kata qaulan ma’rufan disebutkan Allah dalam Al-Quran sebanyak lima kali. Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim. Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang miskin. Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakkan atau disedekahkan kepada orang lain. Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah terhadap istri Nabi. Kelima, berkenaan dengan soal pinangan terhadap seorang wanita.
Kata ma’rufan dari kelima ayat tersebut, berbentuk isim maf’ul dari kata ‘arafa, bersinonim dengan kata al-Khair atau al-Ihsan yang berarti baik.
Ada keriteria dalam kebaikan yaitu:
Kriteria Kebaikan
Aristoteles (Ibnu Miskawiah) mengatakan bahwa kebaikan itu dapat dibagi menjadi beberapa keriteria kebaikan yaitu sebagai berikut:
  • Kebaikan mulia adalah kebaikan yang kemuliaannya berasal dari esensinya, dan membuat orang yang mendapatkannya menjadi mulia. Itulah kearifan dan nalar.
  • Kebaikan terpuji adalah kebaikan dan tindakan sukarela yang positif.
  • Kebaikan potensial adalah kesiapan memperoleh kebaikan mulia dan kebaikan terpuji.
  • Kebaikan yang bermanfaat adalah segala hal yang diupayakan untuk memperoleh kebaikan-kebaikan lainnya.
Kebaikan itu dapat pula dikategorikan, sebagai berikut:
  • Kebaikan substantif, yaitu kebaikan bukan terjadi kemudian, melainkan sudah bersamaan dengan Allah. Allah adalah kebaikan pertama karena segala sesuatu mengarah kepada-Nya, mendambakan-Nya, untuk memperoleh kebaikan Ilahi sperti kekekalan, keabadian dan kesempurnaan.
  • Kebaikan kuantitas, yaitu kebaikan yang berkenaan dengan angka bilangan dan jumlahnya yang memadai.
  • Kebaikan yang berkenaan dengan kualitas, yaitu kenikmatan.
Untuk menambah kebenaran dan keyakinan kita maka saya masukan beberapa Al-Quran dan hadits untuk memperkuat paparan dan pendapat diatas, yaitu sebagai berikut :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Sebagai gantinya maka berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa, kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa yaitu perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa yaitu suatu perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).
 “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).
Jadi dapat disimpulkan inti dari pemaparan diatas yaitu Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan betapa pentingnya berbicara yang baik dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, dengan sarat pembicaraannya itu akan mendatangkan pahala dan manfaat, baik bagi dirinya sebagai komunikator maupun bagi orang yang mendengarkan sebagai komunikan.
4. QAULAN KARIMA
Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka.
Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Yang mana telah allah firmankan dalam surat Al-Isra:23, yaitu sebagai berikut :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima yaitu ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).
Serta dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.
Serta Kata qaulan kariman juga dijelaskan dalam Al-Quran disebutkan hanya satu kali, yaitu dalam surat Al-Israa’ ayat 23.
Substansi dari pengertian ayat tersebut dapat disimpulkan atau diambil intisrinya yaitu paling tidak mengandung dua hal, yakni: pertama, berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada Allah, dan kedua, berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada kedua orang tua. Menurut Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa akhlak kepada Allah merupakan pokok etika sejati, sebab hanya Allah semata yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi hidup kita, memberi rezeki.
Tuntunan akhlak kepada kedua orang tua, antara lain: keharusan berbakti kepada orang tua, dan mengurus orang tua di saat mereka sudah usia lanjut. Jika seorang anak mengikuti perintah Allah ini, ia akan selamat di dunia dan di akhirat.
Jadi dapat kita keriteriakan makna qaulan kariman ini yaitu sebagai berikut:
Kriteria Qaulan Kariman
  • Kata-kata bijaksana (fasih, tawaduk): yaitu kata-kata yang bermakna agung, teladan, dan filosofis. Dalam hal ini, Nabi saw sering menyampaikan nasihat kepada umatnya dengan kata-kata bijaksana.
  • Kata-kata berkualitas: yaitu kata-kata yang bermakna dalam, bernilai tinggi, jujur, dan ilmiah. Kata-kata seperti ini sering diungkapkan oleh orang-orang cerdas, berpendidikan tinggi, dan filsuf.
  • Kata-kata bermanfaat:  yaitu kata-kata yang memiliki efek positif bagi perubahan sikap dan perilaku komunikan. Kata-kata seperti ini sering diucapkan oleh orang-orang terhormat sperti kiai, guru, dan orang tua.
Jadi dapat disimpulkan bahwasannya kita harus berbicara dengan perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Yang harus di lakukan kepada orang tua kita. Jangan sampai kita melakukan hal yang melukai dan menyakiti perasaan orangtua oleh perkataan kita.
5. QAULAN LAYINA
Qaulan Layina adalah pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina yaitu kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita yang disampaikan.
Serta dijelaskan juga dalam alkuran yaitu Kata qaulan layyinan hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran (QS. Thaahaa: 44)
Ayat tersebut merupakan perintah Allah swt kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk mendakwahkan ayat-ayat Allah kepada Firaun dan kaumnya. Firaun sebagai seorang Raja Mesir memiliki watak keras, sombong, dan menolak ayat-ayat Allah, bahkan menantang Allah denagn mengaku sebagai Tuhan.
Nabi Muhammad saw mencotohkan kepada kita bahwa beliau selalu berkata lemah lembut kepada siapa pun, baik kepada keluarganya, kepada kaum muslimin yang telah mengikuti nabi, maupun kepada manusia yang belum beriman.
Dengan demikian dapat ditsrik suatu kesimpulan dalam komunikasi Islam, yaitu semaksimal mungkin kita harus menghindari kata-kata yang kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
6.  QAULAN MAYSURA
Kata qaulan maysuran hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran, QS. Al-Israa’: 28. Yaitu sebagai berikut : ”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).
 Berdasarkan sebab-sebab turunnya (ashab al-nuzulnya) ayat tersebut, Allah memberikan pendidikan kepada nabi Muhammad saw untuk menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana dalam menghadapi keluarga dekat, orang miskin dan musafir.
Secara etimologis, kata maysuran berasal dari kata yasara yang artinya mudah atau gampang (Al-Munawir). Ketika kata maysuran digabungkan dengan kata qaulan menjadi qaulan maysuran yang artinya berkata dengan mudah atau gampang. Berkata dengan mudah maksudnya adalah kata-kata yang digunakan mudah dicerna, dimengerti, dan dipahami oleh komunikan.
Salah satu prinsip komunikasi dalam Islam adalah setiap berkomunikasi harus bertujuan mendekatkan manusia dengan Tuhannya dan hamba-hambanya yang lain. Islam mengharamkan setiap komunikasi yang membuat manusia terpisah dari Tuhannya dan hamba-hambanya.
Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mampu menampilkan dirinya sehingga disukai dan disenangi orang lain. Untuk bisa disenangi orang lain, ia harus memiliki sikap simpati dan empati. Simapti dapat diartikan dengan menempatkan diri kita secara imajinatif dalam posisi orang lain (Bennett, dalam Mulyana).
Namun dalam komunikasi, tidak hanya sikap simpati dan empati yang dianggap penting karena sikap tersebut relatif abstrak dan tersembunyi, tetapi juga harus dibarengi dengan pesan-pesan komunikasi yang disampaikan secara bijaksana dan menyenangkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwasannya Qaulan Maysura itu bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan.

Selasa, 07 Juni 2011

Pengertian Filsafat Islam


Batasan Arti dan Luasan Makna filsafat Islam

 Created by: Eneng  Ashri Rohmah                                                    
Komunikasi Penyiaran Islam/B/IV
Ketika kita memberikan pengertian filsafat Islam maka sebelumnya tidak akan bisa dipisahkan dari filasafat Yunani itu sendiri, sebagaimana kita ketahui bahwa filasafat berarti segala bentuk pemikiran yang mendalam tentang sesuatu apapun itu, baik alam semesta , manusia dan Tuhan secara kritis dan sistematis sampai mengetahui bagaimana  dan sejauh mana  harusnya mereka bersikap setelah mereka mengetahui apa yang mereka inginkan.
Dan pengertian fisafat Islam mungkin hanya dengan melihat dari segi Islamnya saja bisa kita memprediksi apa yang dikaji didalamnya dan apa artinya, Filsafat Islam ialah  segala bentuk pemikiran secara ilmiah dan rasional baik  hukum, perdaban  dan atau yang linnya yang dilukiskan di dalam dunia Islam, dan filsafat disebut islami bukan karena yang melakukan kefilsafatan itu bukan  orang yang beragam isla. Dan sebelumnya filasafat Islam ini tidak isebut sebagai filasafat Islam, namun disebut fisafat Arab namun banyak toko yang agak kurang setuju dengan nama itu kita ambil saja Ibrahim Mudzakur misalnya ia mengatakan bahwa “Penamaan filasafat Arab tidak berarti filsafat itu hasil karya suatu ras atau suatu bangsa. saya lebih suka meyebut filasafat Islam karena Islam bukan hanya aqidah atau keyakinan semta-mta, melainkan juga peradaban dan sikap peradaban mencakup segi-segi kehidupan moral, material, pemikiran dan perasaan.”  sedangkan pemikiran filsafat Islam sudah barang tentu terpengaruh oleh kebudayaan Islam tersebut, meskipun pemikiran tersebut adalah Islam baik tentang problema-problemanya, motif pembinaannya maupun tujuannya, karena Islam telah memadu dan menampung aneka kebudayaan serta pemikiran dalam satu kesatuan. Dan dalam pemakaian istilah ‘ Filsafat Islam ‘ lebih banyak dipahami dalam buku-buku filsafat, seperti an-Najat dan as-Syifa dari Ibn Sina, dalam buku al-Milal wan-Nihal dari as-Syihrisaani, dalam buku Akhbar al-Hukuma dari al-Qafi dan Muqqadimah Ibni Khaldun.
Hakekat Filsafat Islam ialah aqal dan al-Quran. Filsafat Islam tidak mungkin tanpa aqal dan al-Quran. Aqal yang memungkinkan aktivitas itu menjadi aktivitas kefilsafatan dan al-Quran juga menjadi ciri keislamannya. Tidak dapat ditinggalkannya al-Quran dalam filsafat Islam adalah lebih bersifat spiritual, sehingga al-Quran tidak membatasi aqal bekerja, aqal tetap bekerja dengan otonomi penuh

Minggu, 05 Juni 2011

Tugas Seorang Manusia


Tugas Manusia

Oleh : Nasa Miftahul Karim
KPI / B / IV

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an surat Ad-Dzaariyat ayat 56 Yang Artinya

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Kata خلق (kholaqo) bermakna “menciptakan” ketika dikatakan menciptakan berarti tanpa didahului oleh contoh.Allah SWT.menciptakan Jin dan Manusia tidak ada contoh sebelumnya.Hal ini berbeda dengan kata جعل  yang artinya “menjadikan” ketika dikatakan menjadikan berarti menjadikan sesuatu dengan ada contoh sebelumnya.Dengan memperhatikan hal tersebut maka betapa kuasanya Allah dalam menciptakan yang tidak ada bandingannya dengan siapa pun.
Dalam ayat ini diinformasikan bahwa Allah SWT. Menciptakan manusia secara khusus untuk beribadah (a’bid).Ibadah diartikan sebagai ketaatan, kepatuhan, dan kepasarahan secara menyeluruh kepada Allah SWT.sebagai penciptanya baik berupa perintah-Nya maupun larangan-Nya.
Ibadah kepada Allah adalah suatu keharusan bagi manusia karena Allah yang telah menciptakannya, Allah yang menghidupkannya, Allah yang memberikan rizki untuknya, Allah yang mengajarkan manusia dan Allah yang memulyakannya dengan makhluk lain.sebaliknya segala sesuatu selain Allah SWT.tidaklah patut untuk diibadahi karena selain Allah bukan pencipta manusia, yang selain Allah itu lemah, yang selain Allah itu, tidak bisa member rizki.  Ibadah juga diartikan tidak hanya melakukan acara seremonial seperti sholat, zakat, puasa dan lain-lain, tetapi lebih luas dari itu yakni segala aktifitas hidup kita harus dijadikan ibadah.Sepeti makan, tidur, bekerja, dan lain-lain.
Untuk menjadikan semua itu ibadah maka harus mendapatkan tuntunan baik dari Allah maupun dari Rosul-Nya baik dalam cara, etika, atau pun yang lainnya.Seperti melakukan do’a sebelum dan sesuadahnya, membaca basmalah sebelumnya dan mengucapkan hamdalah setelahnya.  Oleh karena itu, marilah kita jadikan kehidupan di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.dalam segala hal.
Islam sebagai Rahmatalil’aalamiin (Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam)
Akhir-akhir ini banyak orang melakukan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Mari kita tengok pemboman yang terjadi baik di Jakarta, di Bali.Mari kita tengok pula pengrusakan rumah-rumah ibadah kelompok/agama lain.Mari kita perhatikan penusukan kepada pendeta di Bekasi.Ini semua selalu mengatasnamakan Islam (jihad). Padahal di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa “Sesungguhnya kami tidak menurunkan engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Mari kita perhatikan contoh Rosululloh SAW. dalam mendakwahkan Islam.Beliau menghormati jenazah orang Yahudi yang lewat di depannya, beliau tidak membalas orang yang melempari beliau dengan kotoran, orang-orang Yahudi yang ada di Madinah selamat dari kaum Muslimin, beliau dan ummat Islam tidak pernah mengganggu agama orang lain, beliau selalu ramah, senyum, sopan, menolong, membantu kepada siapa pun jua tanpa memandang suku, ras, agama, tua, muda, kerabat, orang lain, hewan, tumbuhan dan lain-lain.
Akibat dakwah Rosululloh SAW. seperti itu banyak orang yang tertarik untuk masuk Islam, bagaimana orang yang masuk Islam yang sebelumnya pernah menyakiti beliau dengan melempar beliau dengan kotoran unta
Dengan demikian, ketika ada orang yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan Islam tidaklah dibenarkan, akan tetapi Islam adalah agama yang cinta damai dan mengajarkan kedamaian bagi seluruh alam sebagaimana dicontohkan oleh Rosululloh SAW. Marilah kita jadikan Rosulullah SAW. sebagai contoh dalam mendakwahkan Islam.
  
أُطْلُبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضَةً عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari Ilmu Itu Adalah Kawajiban Bagi Umat  Muslim”

الصَّلاَةُعِمَادُالدِّينَ فَمَن اَقَامَهَافَقَداَقَامَ الدِّينَ وَمَن هَدَامَهَافَقَدهَدَاَم الدِّينَ
Artinya : “Shalat itu  tiangnya Agama, Barang siapa yang mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan Agamanya . Dan barang siapa yang meruntuhkannya maka sungguh ia telah meruntuhkan Agamanya”.